GOOD GOVERNANCE SEBAGAI ASAS UNTUK MENCAPAI SUATU TATANAN MASYARAKAT YANG DEMOKRATIS

A. PENDAHULUAN

Perubahan fungsi negara yang terjadi di akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 dari fungsi negara yang hanya terbatas pada menjaga keamanan dan ketertiban umum dengan motto adalah kebebasan tanpa campurtangan penguasa, mengalami perubahan yang sebaliknya yaitu negara wajib turut serta dalam pergaulan kehidupan sosial ekonomi untuk membangun dan menciptakan suatu kehidupan masyarakat yang lebih baik, adil dan sejahtera.

Fungsi negara tidak sekedar mempertahankan ketertiban yang ada, akan tetapi ia juga berfungsi untuk menjelmakan nilai-nilai yang baru, menciptakan fasilitas-fasilitas yang baru, singkatnya ia harus memperbaiki dan bila perlu merombak tertib hidup yang ada dan menggantinya dengan yang lebih baik. Motto sekarang adalah kebebasan dengan campur tangan penguasa.

Dalam hal ini perubahan paradigma menuntut perubahan sistem dan standar etis dalam penentuan kebijakan kenegaraan. Prinsip pertanggungan negara ini membuat hukum harus dapat menetapkan kode – kode tertentu yang lebih bersifat preventif untuk mencapai suatu tatanan masyarakat yang baik.

Oleh karenanya pembatasan kekuasaan pemerintah hanya dapat dilakukan dengan jalan administratif. Maka selain menetapkan standar adminstratif, juga perlu memberi sebuah standar terhadap sistem administratif tersebut.

Dalam konteks reformasi pemerintahan yang sedang berlangsung hingga saat ini, di Indonesia terjadi perubahan paradigma dari pemerintah ( Government) menjadi kepemerintahan (Governance). Hal ini terjadi sebagai wujud interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam mengahadapi berbagai permasalahan yang demikian kompleks, dinamis dan beraneka ragam.

Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (Good Governance) menghendaki adanya berbagai macam prinsip yang dinilai penting dalam mengatasi berbagai permasalahan. Utamanya dalam hal penegakan hukum ( rule of law). Untuk itu, eksistensiGood Governance menjadi penting untuk dikaji terutama dalam pendekatan Hukum Administrasi Negara.

B. TATANAN MASYARAKAT YANG IDEAL

Sebelum masuk ke pembahasan tentang Good Governance, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai bentuk tatanan ideal untuk masyarakat. Hal ini yang menjadi cita – cita dan landasan terbentuknya Good Governance.

Tatanan masyarakat yang ideal dalam perkembangan teori kenegaraan dikenal dengan banyak istilah. Dua istilah paling populer adalah Civil Society dan Masyarakat Madani. Kedua istilah tersebut terkadang menjadi dua istilah yang dipersamakan satu sama lain. Meski wajar untuk menggambarkan suatu keadaan yang baik dalam tatanan masyarakat, namun menjadi tidak benar ketika dicermati betul mengenai perbedaan keduanya.

Dalam kedua istilah tersebut terdapat perbedaan yang sifatnya prinsipil. Civil society berakar dari Barat, sedangkan masyarakat Madani adalah hasil pemikiran yang mengacu pada piagam Madinah, yang dibangun di atas prinsip-prinsip Islam. Civil societydibentuk dengan ideologi demokratis.

Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani sebagai masyarakat yang berkeadaban memiliki ciri-ciri, antara lain egalitarianisme, menghargai prestasi, keterbukaan, penegakan hukum dan keadilan, toleransi dan pluralisme, serta musyawarah. Nilai-niali pluralisme ditegakkan dalam konsep masyarakat sipil, dan tentunya truth claimagama mesti dienyahkan karena dianggap akan menghalangi tegaknya demokratisasi dan toleransi beragama. Dengan demikian Cak Nur merekonstruksi konsep masyarakat Madani, yang bersenyawa konsep Civil Society.

Untuk membangun masyarakat sipil, Syamsul Arifin dalam buku Merambah Jalan Baru dalam Beragama menukil pendapat Chandoke bahwa ada empat kriteria yang harus dipenuhi; pertama, nilai-nilai masyarakat Madani, kedua, institusi masyarakat Madani, ketiga, perlindungan terhadap masyarakat, keempat, warga masyarakat Madani. Akan tetapi, Syamsul menaruh perhatian yang lebih pada poin pertama sebagai faktor terpenting untuk membangun civil society.

Civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. SehinggaCivil Society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sementara Masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan dan sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).

Dalam bahasa Arab, kata “madani” tentu saja berkaitan dengan kata “madinah” atau ‘kota”, sehingga masyarakat madani biasa berarti masyarakat kota atau perkotaan. Meskipun begitu, istilah kota disini, tidak merujuk semata-mata kepada letak geografis, tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk penduduk sebuah kota. Dari sini kita paham bahwa masyarakat madani tidak asal masyarakat yang berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting adalah memiliki sifat-sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu yang berperadaban. Dalam kamus bahasa Inggris diartikan sebagai kata “civilized”, yang artinya memiliki peradaban (civilization), dan dalam kamus bahasa Arab dengan kata “tamaddun” yang juga berarti peradaban atau kebudayaan tinggi.

Dalam Islam negaralah yang bertanggungjawab terhadap urusan masyarakat. Negara dalam perspektif Islam bukanlah sekedar alat untuk menjamin dan menjaga kemaslahatan individu saja sebagaimana halnya liberalisme-kapitalisme akan tetapi merupakan suatu institusi yang mengurusi kebutuhan individu, organisasi (jamaah), dan masyarakat sebagai satu kesatuan, baik urusan dalam maupun luar negerinya, sesuai dengan peraturan tertentu yang membatasi hak dan kewajiban masing-masing. Konsep inilah yang menjadi dasar terbentuknya urgensi Good Governance.

Jadi pada dasarnya merujuk pada kedua istilah tersebut maka perlu ditarik kesimpulan bahwa, tatanan masyarakat ideal yang menjadi tujuan akhir dari Good Gevernance adalah suatu keadaan tertentu yang dicapai dalam kehidupan bermasyarakat yang mengutamatan kesejahteraan bagi masyarakat dimana pertanggungan tersebut dibebankan kepada negara. Negara adalah alat yang bersifat konsensus dengan fungsi utama yaitu memberi kesejahteraan yang bersifat kolektif.

C. PENGERTIAN GOOD GOVERNANCE

Pada kalangan akademisi biasanya sering terjadi pencampuran istilah antara Good Governancedan Good Goverment. Meski keduanya memiliki beberapa kesamaan yaitu menerapkan otoritas kelembagaan, namun ada sebuah garis tebal yang memisahkan keduanya.

Perbedaan keduanya hampir mirip dengan perbedaan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara. Good Governance bebicara tentang tata pemerintahan, sementara Good Goverment berhubungan dengan lembaga pemerintahan atau entitas pemegan pemerintahan. Goverment adalah lembaga sementara Governanceadalah tata lembaga atau sistem kelembagaan yang bersifat administratif.

Teradapat beberapa pengertian yang berkembang mengenai Good Governance,anatara lain yang dikemukakan oleh IIAS yaitu proses dimana berbagai unsur dalam masyarakat menggalang kekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan mengesahkan kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta pembangunan ekonomi dan sosial.

Bintoro Tjokromijojo menyebut Good Governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang amanah. Sementara UNDP mendefinisikan kepemerintahan(Governence) sebagai pelaksanaan kewenangan/ kekuasaan dibidang ekonomi, politik dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas dan kohesivitas sosial dalam masyarakat.

Hampir sama dengan UNDP, LAN menyebutnya sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab.

Berikutnya secara konseptual pengertian kata baik dalam istilah kepemerintahan yang baik (Good Governence) mengandung dua pemahaman : Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial dan Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.

Abdul Gani Abdullah mengungkapkan bahwa Good Governance itu berhubungan erat dengan manajemen pengelolaan kebijakan pembangunan (khususnya dibidang hukum). Apabila seorang pejabat publik akan mengambil keputusan untuk menetapkan suatu kebijakan dalam melaksanakan pembangunan terlebih dahulu dia harus menerapkan prinsip prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sehingga hasil akhirnya secara menyeluruh adalah suatu perintah yang baik.

Keputusan yang diambil oleh seorang pejabat itu berbentuk Beschikking(Ketetapan), Beleids Regels (kebijakan) maupun Regeling (aturan umum) harus benar benar berdasarkan kewenangan atributif yang diberikan undang undang ,maupun kewenangan derivative yang dilimpahkan oleh pejabat diatas.

UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu: legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan partisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (finansial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya.

Karakteristik yang dibangun UNDP melalui anggapan dasar sebagai berikut: Gejala-gejala dari kegagalan pemerintah terlihat sebagai keseluruhan yang sama, yaitu pelayanan yang rendah, kapabilitas kebijakan yang rendah, manajemen keuangan yang lemah, peraturan yang terlalu berbelit-belit dan sewenang-wenang, alokasi sumber-sumber yang tidak tepat. Tetapi UNDP kurang menekankan pada asumsi mengenai superioritas majemuk, multi-partai, sistem orientasi pemilihan umum, dan pemahaman bahwa perbedaan bentuk kewenangan politik dapat dikombinasikan dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas dengan cara-cara yang berbeda.

Kata kunci dalam Good Governance adalah demokrasi. Oleh karenanya, karakter utamanya tentu berhubungan dengan demokrasi. Dalam makalahnya yang berjudulDemokratisasi Indonesia, Dr. Suyahman menyebutkan beberapa karakter utama sekaligus ciri Good Governance yaitu:

1. Pemerintahan yang dilegitimasi. Hal ini menjadi konsekuensi degree of democratization atau derajat kedemokrasian.

2. Akuntabilitas politik dan perangkat pejabat pemerintahan yang tercermin dari kebebasan pers, pengambilan keputusan yang transparan serta mekanisme yang akuntabel.

3. Kemampuan pemerintah untuk menyusun dan mendistribusikan kebijakan pelayanan yang baik

4. Komitmen yang nyata terhadap masalah hak asasi manusia dan aturan hukum yang berkaitan dengan seluruh bidang.

D. PRINSIP GOOD GOVERNANCE

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Berdasarkan beberapa literatur mengenai Good Governance yang ditemui, umumnya dipaparkan 9 prinsip yang kami uraikan sebagi berikut;

1. Partisipasi Masyarakat

Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2. Tegaknya Supremasi Hukum

Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

3. Transparansi

Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

4. Peduli pada Stakeholder

Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.

5. Berorientasi pada Konsensus

Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

6. Kesetaraan

Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.

7. Efektifitas dan Efisiensi

Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8. Akuntabilitas

Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.

9. Visi Strategis

Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Komentar

Postingan Populer